Judul : 70 Khutbah Ringan dan Singkat: Khutbah Jumat, Idul Fitri, Idul Adha dan Khutbah Nikah
Penulis : H. Azhar Adam Abdurrohman, ST., M.MT. CSM.
Penerbit : Hijrah Corporation
Cetakan : Pertama, Juni 2025
Tebal : 355 halaman
Dalam dunia dakwah yang paling sulit bukanlah menyampaikan isi pesan, tapi bagaimana menyampaikannya dengan ringan namun tetap berbobot, singkat namun tetap bermakna. Di sinilah letak keistimewaan buku “70 Khutbah Ringan dan Singkat” karya Gus Azhar Adam Abdurrahman, seorang santri sekaligus akademisi yang memiliki otoritas dalam bidang ilmu keislaman dan keahlian di bidang teknologi informasi. Perpaduan latar belakang ini menjadikan buku ini tidak hanya relevan secara isi, tapi juga mampu menjawab tantangan zaman.
Buku ini disusun secara sistematis dalam enam bagian utama. Di bagian pertama, pembaca akan menemukan 57 khutbah umum dengan tema-tema yang dekat dengan realitas masyarakat. Mulai dari refleksi peristiwa Isra Mi’raj, pentingnya meneladani Rasulullah melalui pendidikan, hingga isu-isu sosial kontemporer seperti bahaya menyebar kabar bohong dan penguatan identitas Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah. Setiap tema dikemas dengan gaya bahasa yang komunikatif, menjadikan khutbah tidak sekadar formalitas mingguan, tapi juga media edukasi dan perbaikan umat.
Bagian kedua memuat dua khutbah Jumat bertema kemerdekaan, yang memberikan ruang bagi para khatib untuk menyampaikan semangat kebangsaan dalam bingkai nilai-nilai Islam, bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman, karena kita tidak akan pernah bisa beribadah dengan “khusyu’” tanpa adanya kemerdekaan. Bagian ketiga, hadir empat khutbah Jumat khusus bulan Ramadan, yang menyentuh sisi spiritual, sosial, dan kesadaran diri selama bulan suci. Tidak sekadar menasihati, tetapi juga mampu membangkitkan semangat untuk menjalani bulan Ramadan dengan penuh makna.
Memasuki bagian keempat, buku ini menghadirkan empat khutbah Idul Fitri yang membumi dan menyentuh sisi-sisi kemanusiaan. Tema seperti konsep dan makna dari Hablum minallah dan Hablum minannas, Bagaimana kita membangun hubungan dengan Allah dan dengan membangun hubungan sesame manusia. Membangun kesalehan sosial, meminta dan memberi maaf, hingga bagaimana memaknai Idul Fitri di era digital, menjadi cermin bahwa khutbah lebaran pun bisa menyatu dengan dinamika zaman tanpa kehilangan ruh spiritualnya.
Bagian kelima memuat khutbah Idul Adha dengan tema yang tidak kalah menarik. Seperti Menghidupkan kembali semangat kurban di era individualisme serta Idul Adha: Saatnya menyembelih ego dan membangun bangsa. Tema-tema ini terasa relevan di tengah masyarakat yang kian terpolarisasi dan lebih mementingkan citra daripada esensi. Khutbah dalam buku ini mengajak untuk kembali ke nilai-nilai pengorbanan dan kepedulian sosial sebagaimana diteladankan Nabi Ibrahim dalam pengorbanan dan kepatuhannya kepada tuhan-Nya.
Terakhir, bagian keenam menyajikan khutbah nikah standar, sebagai pelengkap bagi para khatib atau penghulu dalam menyampaikan pesan pernikahan yang syar’i namun tetap menyentuh sisi kemanusiaan.
Keunggulan lain dari buku ini adalah adanya penjelasan tentang rukun-rukun khutbah Jumat menurut mazhab Imam Syafi’i, yang membuatnya tidak hanya bermanfaat sebagai kumpulan naskah khutbah, tetapi juga panduan teknis yang sahih dan dapat langsung dipraktikkan di mimbar-mimbar masjid.
Sebagai seorang santri dan dosen agama, saya melihat buku ini sebagai jawaban atas kebutuhan khazanah dakwah Islam kontemporer. Ringan di penyampaian, kuat di substansi. Buku ini sangat cocok bagi para khatib yang ingin menyampaikan pesan Islam yang aktual namun tetap dalam koridor syariat. Ia tidak hanya menyajikan khutbah, tetapi juga menghidupkan kembali semangat dakwah yang berpijak pada ilmu, kepekaan sosial, dan cinta tanah air dalam waktu yang cukup singkat.
Ada beberapa kritik untuk buku ini adalah contoh khutbah idul fitri dan idul adha yang sangat terbatas dan kurang banyak contohnya demikian pulu contoh khutbah nikah yang terbatas. Akhirnya, buku ini bukan hanya layak dibaca, tapi juga layak dimiliki dan diamalkan. Baik oleh para khatib di masjid-masjid kampung, dosen, santri, maupun aktivis dakwah di berbagai level. Sebuah kontribusi nyata dari seorang santri yang menulis dengan hati, dan berpikir dengan visi zaman.
Penulis: Dr. Abdulloh Hamid, M.Pd*
*Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya dan Pendiri Dunia Santri Community