Perth, salah satu kota paling tenang di Australia Barat, akan menjadi saksi kehangatan ukhuwah Islamiyah lintas benua. Pada Sabtu, 20 September 2025, gema shalawat, lantunan Barzanji, dan dzikir Qur’ani akan menggema di Masjid Al Majid, 64 Walter Padbury Blvd, WA 6025. Acara bertajuk “Maulidurrosul, Sholawat Barzanji and Dhikrul Qur’an” ini diselenggarakan oleh Majlis Ta’lim Attaqwa PIMPSUS JP3MO (Jam’iyyah Perempuan Pengasuh Pesantren dan Muballighoh Overseas), cabang Perth, Australia Barat.
Meski berada jauh dari tanah air, semangat keislaman dan kebudayaan pesantren tetap hidup di hati para perempuan penggerak JP3MO. Mereka tidak hanya menggelar acara keagamaan, tetapi juga menyemai makna spiritualitas, pendidikan, dan kebangsaan dalam bingkai moderasi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Table of contents [Show]
Dari Pesantren ke Perth: Dakwah yang Menyejukkan Dunia
JP3MO, yang terdiri dari para pengasuh pesantren dan muballighoh perempuan, menjadi jembatan penting dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang ramah dan berkemajuan ke berbagai penjuru dunia. Di bawah kepemimpinan Ustazah Salbiyah, Ustazah Zahraty, dan Ustazah Umi Khomsah ‘Afifah, cabang Perth aktif mengadakan kegiatan keagamaan bulanan seperti dzikir, sholawat, naat, nasyid, dan tasyakuran.
Tujuan utama mereka bukan sekadar memperingati hari besar Islam, tetapi juga menguatkan spiritualitas komunitas muslim Indonesia di perantauan. Dalam konteks diaspora, kegiatan seperti ini menjadi ruang cultural home rumah budaya bagi umat Islam agar tetap berakar pada nilai-nilai keislaman Nusantara yang damai, bersahaja, dan penuh kasih sayang.
“Menjadi muslim di negeri minoritas membutuhkan kekuatan spiritual dan kebersamaan. Majlis Ta’lim seperti ini menjadi oase iman di tengah kesibukan dan keragaman budaya,” ujar salah satu panitia dalam sambutan pra-acara.
Tiga Narasumber dari Tanah Air: Suara Ilmuwan dan Pencerah
Yang membuat acara ini istimewa adalah kehadiran tiga tokoh dari Indonesia:
1. Prof. Sulkhan Hakim,
2. Dr. Muhammad Ash Shiddiqy, M.E., dan
3. Agus Husein as Sabiq
Ketiganya berasal dari Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, dan diundang khusus untuk berbagi pandangan ilmiah dan spiritual.
Prof. Sulkhan Hakim dikenal sebagai pemikir Islam yang menekankan pentingnya ta’dib—pendidikan yang memadukan pengetahuan, adab, dan spiritualitas. Sementara Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, seorang ekonom Islam, akan membahas aspek etika sosial-ekonomi dalam peringatan Maulid. Menurutnya, “Cinta Rasul bukan hanya dirayakan dengan lisan, tapi diwujudkan melalui etos kerja, kejujuran, dan kepedulian sosial.”
Dalam paparannya nanti, Dr. Ash-Shiddiqy juga menyinggung pentingnya ekonomi spiritual, yaitu cara pandang bahwa aktivitas ekonomi umat harus menumbuhkan kesejahteraan bersama (maslahah), bukan sekadar keuntungan material. Perspektif ini penting di tengah dunia modern yang cenderung sekuler dan kompetitif.
Adapun Agus Husein as Sabiq, seorang pendakwah muda yang dikenal dekat dengan generasi milenial, akan mengisi sesi inspiratif bertema “Menjadi Umat Nabi di Era Digital”. Ia mengingatkan pentingnya menghadirkan nilai-nilai Nabi Muhammad ﷺ di ruang digital: “Shalawat dan akhlak Rasul harus hidup juga di dunia maya, bukan hanya di masjid.”
Makna Maulid: Cinta, Adab, dan Moderasi
Peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan momentum memperdalam makna cinta kepada Rasulullah sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Melalui pembacaan Sholawat Barzanji, umat diajak merenungi perjalanan hidup Nabi, mulai dari kelahiran hingga perjuangan dakwahnya.
Bagi umat Islam di Perth, kegiatan ini juga menjadi sarana memperkuat identitas religius tanpa kehilangan semangat toleransi dan keterbukaan. Dalam konteks globalisasi dan multikulturalisme, nilai-nilai Islam yang lembut dan santun menjadi sangat relevan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Makna hadis ini hidup dalam acara JP3MO Perth. Melalui dzikir, shalawat, dan ilmu, umat diajak meneladani akhlak Nabi: kejujuran, kasih sayang, dan keadilan sosial.
Spirit Pesantren di Negeri Modern
Kehadiran JP3MO di Australia menunjukkan bahwa semangat pesantren mampu menembus batas geografis. Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan tradisional di Indonesia, tetapi juga pusat nilai-nilai transformatif.
Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy dalam salah satu wawancaranya pernah menyebut, “Pesantren adalah laboratorium peradaban. Di dalamnya, nilai Islam tidak berhenti pada ibadah ritual, tapi melahirkan kemandirian ekonomi, kesetaraan gender, dan kepedulian sosial.”
Hal itu tampak nyata dalam kegiatan JP3MO yang melibatkan perempuan sebagai penggerak utama dakwah. Mereka bukan hanya ibu rumah tangga, tetapi juga guru, profesional, dan aktivis yang menebar manfaat. Gerakan ini selaras dengan visi Islam progresif yang menempatkan perempuan sebagai subjek perubahan, bukan sekadar pelengkap.
Dzikir, Sholawat, dan Solidaritas
Acara yang dimulai pukul 10.00 pagi ini akan berlangsung hingga selesai dengan suasana penuh kekeluargaan. Selain pembacaan Barzanji dan dzikir bersama, peserta juga akan menikmati nasyid, tausiyah, dan tasyakuran. Makanan khas Indonesia disajikan sebagai simbol rasa syukur dan persaudaraan.
Tradisi seperti ini mengandung makna sosial yang dalam: mempererat tali silaturahmi di antara warga muslim Indonesia di Australia, serta memperkuat hubungan dengan masyarakat lokal. Islam yang ditampilkan bukan yang eksklusif dan menakutkan, melainkan yang indah, berbudaya, dan membawa kesejukan.
Acara Maulidurrosul ini bukan hanya peringatan, melainkan pernyataan identitas. Identitas bahwa Islam Nusantara dengan kekayaan tradisi pesantrennya mampu berdialog dengan peradaban global. Islam tidak harus kehilangan jati dirinya untuk menjadi modern; sebaliknya, nilai-nilai Islam justru memberi arah bagi modernitas agar lebih manusiawi.
Dari Perth, para muballighoh JP3MO mengirim pesan kepada dunia: bahwa cinta Rasul berarti menebarkan kasih sayang, menegakkan keadilan, dan membangun perdamaian.
Prof. Sulkhan Hakim menutup pesannya dengan kalimat yang menyentuh:
“Cinta Nabi bukan nostalgia masa lalu, tapi energi moral untuk masa depan. Siapa yang mencintai Nabi, harus berani menjadi pembawa rahmat bagi sesama.”
Penutup
Kegiatan Maulid yang diadakan JP3MO Perth bukan sekadar ritual tahunan, melainkan simbol perjumpaan antara iman, ilmu, dan kebudayaan. Ia memperlihatkan bagaimana umat Islam Indonesia di perantauan tetap menjaga jati diri spiritualnya, sembari menyesuaikan diri dengan konteks global yang beragam.
Dalam era modern yang sering kali kehilangan arah moral, acara seperti ini menjadi oase ketenangan dan sumber inspirasi. Di tangan para perempuan penggerak pesantren, Islam tampil bukan sebagai simbol kekuasaan, melainkan sumber kebijaksanaan dan kasih sayang.
Dari Purwokerto ke Perth, dari pesantren ke peradaban global gema sholawat terus mengalun, membawa pesan abadi: “Cinta Rasul adalah cinta kepada kemanusiaan.”